
Menonton Queen’s Gambit series, membawa saya flashback ke masa SD sekitar kelas 3-4.
Waktu itu kakek saya tinggal di rumah kami. Sudah sakit-sakitan. Hanya bisa tiduran di tempat tidur. Kakek ini dulunya juara catur di Bandung, tempat tinggalnya sejak nikah hingga kepindahan ke rumah orang tua kami di Jakarta.
Di antara cucu-cucunya, cuma saya yang tertarik dengan olahraga otak ini. Gara-gara Kakek lah saya kenal catur. Tiap hari saya diajak tanding. Jelas saya kalah terus. Tapi seru aja maen catur bareng Kakek.
Kadang ibu saya menyuruh saya menyudahi permainan, supaya Kakek bisa istirahat. Tapi Kakek sendiri yang memaksa meneruskan permainan.
Sayang Kakek cepat berpulang. Saat saya kelas 4. Sepeninggal Kakek, saya kerap bermain catur, walau sendirian.
Di masa itu, harian Kompas Minggu selalu ada berita tentang catur dunia. Dilengkapi dengan langkah-langkah permainan para grandmaster. Saya selalu ikuti langkah-langkah permainan itu. Saya jadi suka banget sama catur.
Dari catur, saya belajar mengatur strategi, menebak strategi lawan, menyiapkan langkah pertahanan atau penyerangan.Untuk satu langkah yang akan kita ambil, harus kita perhitungkan langkah-langkah balasan lawan dan kombinasinya.
Sepertinya, pelajaran di dunia catur sejak kecil, terbawa ke dunia bisnis saat ini. Satu langkah yang akan kita ambil, harus diperhitungkan juga dampaknya dua-tiga langkah ke depan dan ke segala lini.
Kembali ke Queen’s Gambit. Ternyata anak kedua saya, kelas 8, juga suka catur. Sebelum pandemi, dia suka bawa papan catur ke sekolah. Setelah nonton series ini, dia info ke saya kalau sudah install chess.com
*Teriring Al Fatihah untuk guru catur pertama saya, Kakek Lukman Sutan Pamenan
Depok, 4 Desember 2020
Muadzin Jihad