[Sambungan dari Bagian-1]
.
Cinta juga yang mendorong bupati Bener Meriah, Aceh, untuk mempromosikan kopi Gayo serta mendorong warganya untuk lebih mencintai dan meminum kopi hasil bumi tanah Gayo tersebut.
Menurut cerita beberapa teman orang asli sana dan teman yang pernah ke Aceh, sejak dulu warung kopi di Aceh bisa dibilang sebagai pusat pertemuan, diskusi dan musyawarah warga. Jadi, setelah shalat Subuh berjamaah di masjid, para warga ngopi dan ngobrol di warung kopi hingga sekitar jam 10. Baru setelah itu mereka berangkat ke tempat aktivitas masing-masing.
Di warung kopi itulah mereka membahas dan menyelesaikan segala permasalahan yang ada, bahkan permasalahan antara pemerintah dan warganya. Mungkin ini terjadi karena cinta yang disebarkan lewat cangkir-cangkir kopi tersebut. Di warung kopi, semua orang setara dan sederajat. Tua-muda, besar-kecil, atasan-bawahan, bahkan pemimpin-rakyat, semua duduk sama rata dan menyeruput kopi yang sama.
Bayangkan kalau hal seperti ini juga terjadi dan merata di daerah-daerah lain di Indonesia. Bayangkan kalau masalah-masalah yang ada di masyarakat bisa diselesaikan di warung-warung kopi. Mungkin kondisi negara ini bisa jauh lebih baik dari sekarang.
Saya pernah baca di harian Kompas, profil H. Yusrin, pendiri perusahaan kopi Aceh Gayo Bergendal. Dia bilang, “Kopi itu punya hati. Karena itu, kita harus mengolahnya dengan hati pula”. “Jika hati kopi itu patah, aroma dan rasa sedapnya rusak. Percaya atau tidak, kopi itu seperti manusia. Hatinya tidak boleh patah”. Menarik ya?
Dan bahkan Howard Schultz, pendiri dan CEO Starbucks, dalam bukunya Onward, bagian pertamanya dia beri judul “Cinta”. Ya, cinta. Dia cerita bagaimana awalnya Starbucks didirikan dan dibangun berdasar cinta. Dikembangkan ke seluruh dunia, hingga menjadikan Starbucks jaringan coffee-shop terbesar di dunia juga karena cinta. Dia pernah mundur dan akhirnya kembali lagi menjadi CEO Starbucks semata-mata juga karena cinta; ingin mengembalikan Starbucks kepada “khittah”-nya semula.
Tuhan telah memberikan anugerah besar dan cinta-Nya berupa kopi berkualitas yang tumbuh di berbagai daerah Indonesia, dengan karakter dan rasa yang berbeda-beda pula. Bagaimana kita menghargai, mengolah dan menangani kopi ini merupakan ungkapan terimakasih dan rasa cinta kita kepada Tuhan.
Itulah kenapa tagline kami adalah Ranah Kopi: Secangkir Cinta Indonesia.
.
Do your work with your whole heart, and you will succeed – there’s so little competition. Elbert Hubbard
.
Depok 30 Agustus 2013
Muadzin F Jihad
Founder Ranah Kopi
Twitter @muadzin
Awesome! Itu foto buku Starbuck ya pak? ada versi indoneia *waah langsung pengen baca bukunya*
Ada, terbitan Gramedia.