Ranah Kopi: Secangkir Cinta Indonesia

Tepat sehari sebelum 1 Ramadhan, Ranah Kopi, brand kedai kopi kami, resmi dibuka. Ini merupakan hasil dari pencarian ide bisnis dan perjalanan spiritual sekitar dua bulan sejak saya mengundurkan diri dari Semerbak Coffee. Dari ide blank sesaat setelah keluar Semerbak “Waduh, saya mau ngapain ya sekarang?”, sampai mendapatkan ide “Ya, ini yang harus saya wujudkan!”.

Kenapa kami membuka usaha berbentuk kedai kopi? Salah satunya karena cinta kepada manusia dan kesehatannya. Kami mencoba mengajak masyarakat untuk mencintai kesehatannya, dengan membiasakan mengkonsumsi kopi yang sehat dan menyehatkan. Kopi yang freshly-brewed, diseduh langsung dari gilingan biji roasted. Tentunya untuk menyajikan kopi yang fresh, tidak bisa dalam bentuk bubuk dalam sachet. Harus dalam bentuk kantung isi biji kopi atau disajikan in-cup. Karena itu dibutuhkan tempat berupa warung kopi atau kafe.

Kenapa diberi nama Ranah Kopi? Ranah, menurut kamus berarti tanah rata atau wilayah, elemen atau unsur. Mudahnya, Indonesia itu adalah ranahnya kopi. Indonesia adalah wilayah tempat kopi tumbuh. Surganya kopi.

Kami pun menerapkan konsep reduce-reuse-recycle di Ranah Kopi karena cinta. Cinta kepada bumi kita yang semakin sesak. Sesak dengan penghuninya. Sesak dengan sampah yang dihasilkan penghuninya. Kami gunakan peralatan dan perabot bekas, guna sedikit mengurangi sampah bumi. Satu barang yang kita reused-recycled, akan me-reduce satu sampah yang menyesaki bumi.

Yang lebih utama, Ranah Kopi merupakan salah satu wujud kecil cinta kami kepada kopi Indonesia. Mungkin saat ini yang kami lakukan tidak ada artinya bagi perkopian nasional. Mungkin seperti menggarami lautan. Tapi jika satu orang melakukan sedikit, lalu ide dan semangatnya menyebar hingga nantinya akan ada banyak orang yang melakukan sedikit; tentu dampaknya akan besar juga. Kami yakin, perlahan tapi pasti gelombang cinta kopi lokal yang sehat dan menyehatkan akan menyebar.

Sejatinya, perjalanan dari biji kopi sampai cangkir itu melalui banyak tangan dan banyak hati yang penuh cinta. Kopi ditanam dan dirawat di perkebunan oleh para petani dengan cinta. Dipanen dan diproses dari buah ceri menjadi biji kopi dengan cinta. Didistribusikan melalui pengepul, trader dan supplier. Di-roasting oleh sang roaster dengan cinta. Disajikan dalam cangkir oleh para barista. Sehingga akan terhidang secangkir kopi yang penuh dengan cinta. Pada akhirnya, sang penikmat kopi pun setelah menyeruput cangkir tersebut akan dipenuhi dengan cinta.

Itulah kenapa logo Ranah Kopi berupa gambar secangkir kopi yang mengeluarkan asap berbentuk hati, tempat cinta bersemayam. Physically, coffee’s journey is from seed to bean to cup, but actually it is from heart to heart.

Ranah Kopi

Ranah Kopi

Kedengarannya, ide ‘cinta’ dalam bisnis ini seperti mengada-ada dan mengawang-awang, atau terlalu melankolis atau sok puitis.

Tapi ada satu poin yang saya ambil dari ngobrol-ngobrol dengan figur-figur hebat dan menginspirasi yang saya ceritakan di tulisan saya sebelumnya (Bali dan Gayo), yaitu kecintaan mereka pada kopi Indonesia.

Karena cinta dengan kopi Indonesia khususnya Bali-lah, Bang Rai Bangsawan pulang kembali untuk membangun kampungnya. Membantu para petani agar bisa bertani dengan lebih baik, sehingga taraf hidupnya pun terangkat. Karena cintalah dia berani menghadapi ancaman dari pihak-pihak yang terusik dengan sepak terjangnya di bisnis kopi di Bali.

.

[Sambungan dari tulisan sebelumnya: Menerapkan Reduce–Reuse–Recycle]

.

[Bersambung ke Bagian-2]

One response to “Ranah Kopi: Secangkir Cinta Indonesia

Leave a comment