Jika Anda harus menulis tentang “Momen dengan Kopi dalam Hidupku”, apakah yang akan Anda tulis?
Momen dengan kopi yang paling penting dalam hidup saya adalah, pada saat saya mendirikan Ranah Kopi.
Awalnya dimulai pada 2009. Saya mendirikan usaha kopi partneran, dengan brand Semerbak Coffee. Usaha booth kopi take-away yang kami franchise-kan. Inilah awal perkenalan saya dengan bisnis kopi.
Pada 2013, karena sesuatu hal, saya memutuskan untuk keluar dari manajemen Semerbak Coffee. Inilah sebenarnya titik awal perjalanan spiritual yang mendekatkan saya dengan kopi. Di penggal waktu ini saya dipertemukan oleh Tuhan dengan sosok-sosok yang peduli dengan kopi dan petani kopi Indonesia.
Di Semerbak boleh dibilang saya memperlakukan kopi hanya sebagai komoditi. Sebagai barang dagangan. Sedangkan orang-orang luar biasa yang saya temui ini begitu mencintai kopi. Membuat saya takjub dan merasa malu terhadap apa yang saya lakukan selama ini. Walaupun outlet kami mencapai jumlah ratusan di puluhan kota, tapi saat itu saya sadar itu tidak ada apa-apanya.
Sampai akhirnya, saya mengambil kesimpulan bahwa “kopi” itu adalah: cinta. Dan lahirlah Ranah Kopi. Saya ceritakan lengkap kisah perjalanan spiritual ini di blog saya: Setelah Semerbak Coffee.
Saya pernah baca di harian Kompas, profil H. Yusrin, pendiri perusahaan kopi Aceh Gayo Bergendal. Dia bilang, “Kopi itu punya hati. Karena itu, kita harus mengolahnya dengan hati pula”. “Jika hati kopi itu patah, aroma dan rasa sedapnya rusak. Percaya atau tidak, kopi itu seperti manusia. Hatinya tidak boleh patah”. Menarik ya?
Dan bahkan Howard Schultz, pendiri dan CEO Starbucks, dalam bukunya Onward, bagian pertamanya dia beri judul “Cinta”. Ya, cinta. Dia cerita bagaimana awalnya Starbucks didirikan dan dibangun berdasar cinta. Dikembangkan ke seluruh dunia, hingga menjadikan Starbucks jaringan coffee-shop terbesar di dunia juga karena cinta. Dia pernah mundur dan akhirnya kembali lagi menjadi CEO Starbucks semata-mata juga karena cinta; ingin mengembalikan Starbucks kepada “khittah”-nya semula.
Sejatinya, perjalanan dari biji kopi sampai cangkir itu melalui banyak tangan dan banyak hati yang penuh cinta. Kopi ditanam dan dirawat di perkebunan oleh para petani dengan cinta. Dipanen dan diproses dari buah ceri menjadi biji kopi dengan cinta. Didistribusikan melalui pengepul, trader dan supplier. Di-roasting oleh sang roaster dengan cinta. Disajikan dalam cangkir oleh para barista. Sehingga akan terhidang secangkir kopi yang penuh dengan cinta. Pada akhirnya, sang penikmat kopi pun akan dipenuhi dengan cinta setelah menyeruput cangkir tersebut.
Itulah kenapa logo Ranah Kopi berupa gambar secangkir kopi yang mengeluarkan asap berbentuk hati, tempat cinta bersemayam. Dan tagline kami adalah, Secangkir Cinta Indonesia.
Ranah Kopi merupakan salah satu wujud kecil cinta kami kepada kopi Indonesia. Semoga, perlahan tapi pasti gelombang cinta kopi nusantara ini akan menyebar.
Physically, coffee’s journey is from seed to bean to cup, but actually and spiritually it is from heart to heart. -Muadzin Jihad
.
Dicuplik dari rangkaian wawancara riset tentang kopi di Indonesia via blog oleh sebuah lembaga riset, sekitar satu setengah tahun lalu.
Baca juga tulisan sebelumnya, Apa itu “Third Wave Coffee”?
Baca tulisan berikutnya, Kopi yang Sempurna?
.
Depok, 24 Maret 2016
Founder Ranah Kopi
Instagram & Twitter @muadzin