[Sambungan dari tulisan sebelumnya Persiapan Bisnis Baru: Belanda dan Priangan].
Suatu kebahagiaan tersendiri saat kita bisa memberi ‘kesempatan hidup’ untuk yang kedua kali, ketiga, dan seterusnya, pada barang atau benda yang oleh orang lain sudah disingkirkan bahkan dibuang.
Itu yang kami rasakan saat kami mengisi kafe kami dengan barang-barang bekas. Ada yang kami langsung gunakan as-is, apa adanya, ada yang kami dandani dulu.
Hampir semua furniture, perabot dan interior di kafe kami berasal dari barang bekas. Proses pencarian barang-barang bekas inilah yang justru memakan waktu terlama dalam persiapan starting kafe kami. Kami perlu blusukan ke lapak-lapak rongsokan di Depok, Jakarta, Solo, Jogja, Denpasar; ke beberapa kios pengrajin mebel bekas daerah Kemang, juga hunting garage sale ke beberapa rumah di Jakarta.
Alhasil meja dan kursi di kafe kami terlihat sangat beragam. Tidak terdiri dari deretan meja-kursi yang seragam. Tiap meja berbeda modelnya, berbeda pula model kursinya. Jadi barang-barang yang terdapat di kafe kami bisa dibilang barang pilihan, eksklusif dan tidak ada duanya. Makanya kafe kami bisa disebut “boutique café”.
Menyajikan kopi terbaik dari berbagai daerah origin lokal Indonesia adalah suatu keharusan dalam konsep yang kami usung di kafe kami. Selain kopi yang fresh, nikmat dan sehat, kafenya sendiri haruslah punya konsep berbeda dengan mengutamakan kenyamanan pelanggan, dan keindahan estetika, serta keontetikan yang unik. Jadi, walaupun mengusung konsep reduce-reuse-recycle dengan mendaur ulang barang-barang bekas, furniture dan interior yang ada kami buat sedemikian rupa sehingga tetap berfungsi secara baik, nyaman, dan terlihat cantik, bahkan tidak terlihat kalau itu semua merupakan perabot daur ulang.
Ada bekas rak botol wine dari sebuah kafe di Jakarta yang kami jadikan meja bar. Meja bekas mesin jahit jati kami jadikan salah satu work-station barista. Ada satu sofa hasil vermak habis-habisan, karena kami temukan benar-benar sudah dibuang di tumpukan sampah.
Banyak pigura lukisan bekas terpajang. Ada yang sudah krowak (bahasa Indonesia-nya apa ya? Hehe), keropos atau sudah dimakan rayap. Bilah-bilah partisi kayu yang sudah copot-copot, kami jadikan meja panjang.
Langit-langit kafe dihiasi lampu-lampu antik cantik berkelas yang kami peroleh dari garage sale dan dari teman yang akan pindah rumah, juga ada dari sumbangan orang tua kami.
Rencana ke depan, sebagian barang-barang bekas ini juga akan kami jual. Jadi kafe kami tidak hanya berfungsi sebagai coffee shop, tapi juga berfungsi sebagai galeri dan butik barang bekas berkualitas yang eksklusif dan classy.
Dari sisi budget, keuntungan membeli barang bekas adalah kita bisa memperoleh barang berkualitas dengan harga miring. Sering kali kami seperti menemukan harta karun saat blusukan hunting barang bekas tersebut. Tak disangka kita bisa menemukan sebuah barang yang sangat langka dalam kondisi bagus dengan harga yang super miring.
.
[Bersambung ke Bagian-2].
ide cerdas 😉
Yuk marii 🙂
Salam Pak Muadzin,
Konsep yang unik terutama di Indonesia. :). Sekedar referensi, mungkin Pak Muadzin jg pernah berkunjung, ada salah satu kafe yang juga mengusung konsep reduce-reuse-recycle , namanya Sinou Kaffe Hausen yg berlokasi di Panglima Polim Jkt.
Sempat berkunjung kesana beberapa kali, selain memang digunakan sebagai galeri fungsi tempatnya juga dapat dimaksimalkan. Misal sebagai panggung hiburan yg private. Untuk segi bisnis memang cukup menjual selain konsep unik ini tentunya.
Sukses selalu Pak Muadzin!
Amien. Terimakasih pak.
Wah info yang menarik pak! Saya usahakan meluncur ke TKP.
Pingback: Ranah Kopi: Secangkir Cinta Indonesia | Mata, Rasa & Kata Muadzin·
mantep nih idenya, jadi inspirasi buat saya
Makasih sudah mampir 🙂
Pingback: (Nggak) mirip Central Perk | Oka Aurora·
Pingback: Ranah Kopi: Secangkir Cinta Indonesia | Ranah Kopi·