Staf saya menyodorkan sebuah novel bergambar seorang ibu berkerudung dan dua anak kecil, berjudul Bunda Lisa.
“Ini pak, ada titipan dari Mas Jombang”.
Wow surprise juga!
Mas Jombang ini adalah salah satu pelanggan setia Ranah Kopi, kafe usaha kami. Baru lulus dari Ekonomi UI awal tahun ini. Dalam seminggu bisa 2-3 kali dia mampir ngopi.
Saya masih ingat awalnya dia ngetwit kira-kira bunyinya “Wah ternyata owner @ranahkopi penulis lho”. Beberapa hari kemudian, pemuda agak gondrong ini menghampiri saya, mengenalkan diri dan menghadiahi novel pertamanya yang baru terbit, Karnoe: Sejarah Tak Tertulis di Balik Nama Besar.
Dia waktu itu cerita sedang ada proyek dengan Pak Rhenald Kasali, cuma tidak menceritakan secara detil. Mungkin karena memang proyek penulisan biografi novel Bunda Lisa ini bersifat rahasia, sebagai kado ulang tahun kejutan untuk istri tercinta Pak Profesor tersebut.
Sering saya menemui dia sedang mengetik di laptopnya, menghadap ke luar jendela lantai dua kafe kami, lokasi favoritnya. Kadang saya hampiri dan bertanya kabar sejenak. Kadang saya diamkan, karena takut membuyarkan konsentrasinya yang sedang sangat khusuk dengan laptopnya.
Dan bulan ini novel itu sudah terbit. Tergolong cepat penulisan novel tersebut untuk seorang penulis debutan seperti Jombang. Saya salut sekali. Bahagia juga, kafe kami jadi bagian kesuksesan penulisan novel tersebut.
Baru saya sadari belakangan, ini salah satu keuntungan yang kami peroleh dengan membuka usaha kafe. Kami selalu mendapat teman baru. Keuntungan yang mungkin nilainya bisa lebih daripada uang.
Tidak hanya satu atau dua teman baru yang kami dapat, banyak. Bahkan Kami juga dapat kenalan komunitas baru. Beberapa komunitas menjadikan kafe kami sebagai meeting-point. Termasuk komunitas Tangan Di Atas, komunitas pengusaha UKM yang saya ikuti. Komunitas TDA terutama wilayah Depok ini, lumayan sering mengadakan event atau sekedar kongkow bisnis informal di kafe kami.
Ada dua orang anggota dari sebuah komunitas yang ingin saya ceritakan. Mas Didiet dan Mas Fahri namanya. Bisa dibilang hampir setiap hari mereka ngopi di Ranah Kopi. Bahkan kadang dalam sehari bisa dua kali datang. Mereka pulang dulu untuk mandi, kemudian balik ngopi lagi 🙂
Saking seringnya datang, dia hanya bilang ke waiter kami saat masuk melewati barista bar, “Biasa!”. Dan staf kami sudah tahu apa yang harus dihidangkan untuknya.
Dari Didiet dan Fahri inilah rekan-rekan komunitas mereka sering berkumpul di Ranah Kopi. Pokoknya kalau komunitas ini ngumpul, satu lantai full bakal dikuasai mereka 🙂
Dari awal memang kami pesankan kepada staf barista dan waiter untuk selalu menganggap pelanggan kita seperti teman. Sehingga para pelanggan merasa nyaman di tempat kami.
Selamat untuk Jombang. Terus berkarya mewarnai dunia penulisan novel Indonesia.
.
Depok, 28 Februari 2014
.
Twitter @muadzin dan @ranahkopi