Setelah lama follow akun Twitternya, akhirnya kemarin berhasil bertemu dengan maestro branding Indonesia Pak Bi @subiakto di kelas Komunitas Memberi. Beliau sharing pengalamannya di bidang branding yang sudah digelutinya selama 44 tahun!
Beragam brand lokal berhasil ditanganinya, diantaranya, Kopiko, yang awalnya permintaan Mayora hanya untuk memenuhi kapasitas produksi mesinnya. Tadinya mereka akan membuat permen rasa kopi, target pasar anak-anak. Cuma ide Pak Bi beda. Yaitu memuat kopi berbentuk permen. Target pasarnya pria dewasa, dengan slogan “Kopiko, Gantinya Ngopi”.
Walau idenya sempat ditentang manajemen Mayora, tapi akhirnya terbukti Kopiko meledak di pasaran dan jadi produk andalan.
Ekstra Joss, minuman energi bubuk dalam sachet; awalnya terpuruk karena kalah dari saingan terberatnya, minuman energi impor yang dikemas dalam botol. Sehingga usul Pak Bi adalah mengangkat ide ‘biang’ dengan slogan, “Ini biangnya, buat apa botolnya”.
Indomie, awalnya meminta Pak Bi untuk membantu menjadikan produknya nomor ke 10 setelah 9 kebutuhan pokok. Menantang banget ya? Tapi usul Pak Bi lebih parah lagi, kenapa nomor 10 kalau bisa jadi nomor 1, jadi pengganti nasi sekalian. Akhirnya dibuat ide saat Ramadhan, sahur dan buka puasa dengan Indomie. Bahkan saat Lebaran.
Karena background beliau yang seniman, kadang ide-idenya memang out-of-the-box, bahkan kadang nyeleneh. Tapi itulah kreatifitas tingkat tinggi yang dimilikinya.
Kita harus kreatif menciptakan sesuatu yang baru, yang kadang orang lain tidak mengerti. Tapi tenang saja, karena yang paling mengerti produk kita kan kita sendiri, begitu kiat branding-nya kepada teman-teman pengusaha UKM.
Ada cerita menarik dari Pak Bi, tentang satu brand yang sudah berada pada maqam spiritual brand di dalam persepsi pelanggannya, yaitu Harley Davidson (HD). Ya, brand motor gede ini lebih dari sekedar memberikan manfaat fungsional dan emosional. Bahkan banyak pencinta brand ini yang rela mentato badannya dengan logo HD.
Pada 1982, HD sempat mengalami kebangkrutan dan akan dipailitkan karena tidak mampu membayar hutang bank. Serikat pekerja HD berembuk untuk menyelamatkan perusahaan. Caranya, masing-masing dari 15.000 karyawan HD yang ada, membeli 1 unit motor Harley. Bagaimana kita bisa menjual produk kita, kalau kita sendiri tidak menggunakannya. Jadilah mereka mengajukan proposal ke bank, bahwa sudah ada 15.000 unit penjualan menanti.
HD tidak pernah pasang iklan. Bagaimana HD mengiklan kan produknya? Melalui knalot. Ya, knalpot! Pernah dengar suara knalpot motor Harley? Nah, dengan knalpot itulah Harley menarik perhatian kita.
Sekarang bayangkan, ada 15.000 motor Harley setiap pagi dan sore keluar masuk pabrik HD. Seperti apa coba suara yang ditimbulkan? Akhirnya HD menjadi kebanggaan Milwaukee, kota dimana pabriknya berada. Dan banyak warga kota tersebut yang kemudian membeli motor Harley.
Selamatlah perusahaan tersebut hanya dengan ide awal sederhana, beli atau pakai apa yang kita jual.
.
Depok, 10 Maret 2014
.
Twitter @muadzin dan @ranahkopi
Menarik sekali, dulu waktu kecil saya hapal dengan iklan2 ini. Luar biasa yah mampu memengaruhi orang.
Tapi saya agak kurang suka keputusan Pak Bi, yang menjadikan indomie sebagai no1 kebutuhan pokok, tanpa melihat efek negatif dari makanan ini sendiri. Sepertinya kurang bijak, jika tidak melihat dari semua sisi.
Tapi bicara ide2 nya yang out of the box sangat patut diacungi jempol, beliau sanggup memberikan lebih dari apa yang diminta klien-nya.
Utk kasus Indomie sepertinya berhasil jika dilihat bahwa saat PRT mudik pembelian Indomie meningkat. Tapi utk menggantikan nasi sepertinya tidak akan pernah berhasil 🙂
Iya setuju, beliau selalu ingin memberi lebih kepada klien-nya.
menarik sekali kalimat terakhir pak “beli atau pakai apa yang kita jual.”
semoga bisa menyusul mandiri #twothumbsup