[Sambungan dari tulisan sebelumnya Bali dan Gayo].
Beberapa bulan lalu, saya sempat mendaftarkan Semerbak Coffee untuk mendapatkan coaching dan konsultasi bisnis dalam bidang manajemen perusahaan dari sebuah organisasi nirlaba di Belanda.
Organisasi ini mengumpulkan dan mengorganisir para expert freelancer yang ahli di bidangnya masing-masing, juga para expert yang telah pensiun dari perusahaan tempat mereka berkerja. Lalu mereka dikirim ke negara-negara berkembang, untuk membina usaha-usaha UKM yang lolos seleksi setelah mendaftar melalui website mereka. Coaching usaha UKM ini sesuai dengan bidang yang kita minta untuk dibina. Misal manajemen, marketing, SDM, manufaktur, atau produksi, dan lain-lain. Dan jasa coaching ini full gratis, kita hanya perlu menyediakan biaya hotel dan akomodasi sang expert selama dia berada di sini.
Tapi, setelah dinyatakan lolos dan jadwal kedatangan expert mereka dikirim, ternyata saya sudah tidak di Semerbak lagi. Saya informasikan kondisi saya itu sejujurnya ke kantor pusatnya di Belanda. Dan saya menyerahkan keputusan kepada mereka, apakah expert tetap akan datang ke Semerbak Coffee yang sudah tanpa saya, atau datang kepada saya yang belum punya usaha baru pasca Semerbak, atau sang expert batal datang sama sekali.
Akhirnya datang jawaban dari mereka, bahwa expert mereka tetap datang untuk bertemu dengan saya dan usaha baru saya. Saya juga tidak tahu alasan mereka kenapa memilih saya. Walhasil, sambil menunggu expert dari Belanda itu datang, kami mempersiapkan segala sesuatunya agar usaha kami minimal nanti ada konsep dan bentuknya.
Pak Beckers, sang expert, sebenarnya kaget sekali dengan kenyataan bahwa saya sudah tidak di Semerbak Coffee lagi. Akibatnya planning materi yang tadinya disiapkan untuk meningkatkan kinerja perusahaan, di-switch menjadi materi starting up the business.
Selama 2 minggu, kami -saya dan isteri- di-coaching oleh expert tersebut. Bagaimana men-start up dan set up usaha baru, dan juga mempelajari dan mengevaluasi kinerja Semerbak selama ini, agar bisa melihat apa yang bisa dikembangkan dan tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi.
Ada berita gembira dari representatif perwakilan organisasi tersebut di Indonesia, ternyata di saat yang bersamaan, kebetulan juga sedang hadir expert lain organisasi tersebut di Bandung. Kebetulan yang satu ini expert di bidang kopi. Dan dia sedang meng-coaching salah satu perusahaan penghasil kopi Priangan di Pengalengan. Beliau ingin memperkenalkan saya dengan Pak Schiffart, expert kopi Belanda ini, sekaligus mengenalkan dengan produsen kopi Priangan tersebut.
Akhirnya di hari yang ditentukan, kami bertiga -saya, isteri dan Pak Beckers- bisa bertemu dan berdiskusi dengan sang expert kopi dan produsen kopi Priangan tersebut.
Kebetulan sekali… [Bersambung ke Bagian-2]