Headline harian Kontan kemarin memberitakan tentang demo ribuan karyawan Telkomsel menuntut diberlakukannya perjanjian karyawan-perusahaan yang telah pernah disepakati.
Sehari sebelumnya, di harian yang sama, headline-nya berbunyi “Setelah Indosat, XL Axiata juga mengurangi ratusan pegawai tetap”.
Ada apa ini?
Bidang usaha telekomunikasi, yang beberapa tahun belakangan ini sedang bagus-bagusnya, sedang berkembang pesat, bermasalah dengan karyawan?
Saya di sini tidak akan membela karyawan atau perusahaan. Saya hanya mau cerita, saya pernah berada di posisi karyawan yang tiba-tiba di PHK. Perusahaan tempat saya bekerja selama tujuh tahun sejak setelah lulus, tiba-tiba ditutup oleh kantor pusat di Houston, Amerika Serikat. Pengumuman bahwa perusahaan akan ditutup hanya satu bulan sebelum tanggal penutupannya. Mau apa kita? Demo ke kantor pusat? Apa hak kita? Tindakan kantor pusat Houston kepada kantor cabang Jakarta saat itu mungkin sama seperti manajemen yang menutup divisi yang tidak profit dan menghabiskan biaya. Hal yang biasa dalam dunia industri.
Pengalaman kedua menimpa istri saya sekitar setahun yang lalu. Perusahaan tempatnya bekerja saat itu memang sedang downsizing. Tepat sebulan setelah dia masuk kembali pasca cuti hamilnya, dia dapat surat PHK. Dan itu tepat sebulan sebelum dia pas mempunyai masa kerja 3 tahun. Batas seorang karyawan mendapat uang jasa lebih besar di perusahaan tempat dia bekerja.
Benar sekali kisah yang diceritakan Spencer Johnson MD dalam buku best-seller –nya “Who Moved My Cheese”. Untuk Anda yang belum membaca bukunya, silakan beli. Buku ini bagus sekali untuk membuka wawasan kita tentang perubahan. Untuk ringkasan singkatnya sementara bisa baca di sini.
Kita merasa pekerjaan kita aman. Ternyata kita bisa di-PHK oleh perusahaan tempat kita bekerja kapan saja. Kita merasa perusahaan kita aman. Ternyata bisa bangkrut, atau ditutup oleh kantor pusat atau ditutup oleh dewan komisaris kapan saja. Jangankan perusahaan lokal, perusahaan raksasa kelas dunia yang juara di bidangnya seperti Nokia dan RIM Blackberry, pun tidak luput dari downsizing.
Tidak hanya perusahaan, sebuah negara pun bisa bangkrut. Negara-negara maju di Eropa, yang beberapa waktu lalu begitu berjaya, kini satu per satu berjuang melawan kebangkrutan. Bahkan Amerika Serikat, sang adikuasa dunia, sedang berjuang jungkir balik menghadapi krisis ekonomi negaranya. Sesuatu yang selama ini kita anggap sebagai comfort zone, sudah tidak comfort lagi. Dunia sedang berubah. “Tak ada yang abadi” kata Peter Pan.
Sebagai orang yang pernah merasakan bekerja sebagai karyawan selama 15 tahun, sebagai orang yang pernah merasakan kondisi di-PHK dua kali dalam keluarga, sebagai orang yang pernah berstatus amphibi –hidup di dua dunia, karyawan dan wirausaha, dan sekarang sebagai orang yang full-wirausaha, Saya hanya ingin mengajak rekan-rekan yang sekarang berstatus karyawan, mari kita mulai berwirausaha.
Untuk apa? Ya untuk berjaga-jaga. Just in case. Siapa tahu… Iya kan?
Tidak usah berpikir terlalu rumit. Tidak usah berpikir terlalu besar. Lakukan apa saja yang kita bisa untuk memulai. Think big, but start small. And the important thing is: Act NOW. Kita boleh berpikir besar, tapi awalilah langkah memulai dengan yang kecil. Dan yang lebih penting adalah: action SEKARANG.
Mari kita bangun usaha part-time kita. Dengan serius dan fokus. Tidak ada lagi waktu yang tepat selain sekarang.
Minimal kita mendapat penghasilan tambahan dari usaha tersebut. Syukur-syukur usaha kita berkembang, dan suatu waktu nanti usaha yang tadinya hanya sebagai cadangan, malah bisa menjadi sumber penghasilan utama. Dan dengan kesungguhan tekad, mungkin sekali kita bisa melepaskan status karyawan kita, dan menjadi full time pengusaha. Itu yang saya alami empat bulan lalu. Lengkapnya saya ceritakan di sini.
Terus terang Saya bukan pengikut aliran nekat keluar kerja lalu buka usaha. Yang penting bukan lah status bahwa anda menjadi seorang pengusaha. Yang lebih penting adalah Anda memiliki mental pengusaha. Anda bisa saja langsung keluar kerja dan menjadi pengusaha, tapi mungkin mental anda masih mental karyawan. Jika usaha anda mengalami kegagalan, Anda bisa balik lagi menjadi karyawan. Sudah banyak saya bertemu orang-orang seperti ini. Nah, sambil anda melakukan usaha secara part-time, di situ lah anda juga sambil membangun mental pengusaha tersebut.
Kenapa mental ini penting? Karena perkembangan usaha kita akan sebanding dengan perkembangan mental kita. Tidak mungkin seseorang yang bermental kerdil, tapi punya usaha yang besar.
Tapi masalahnya, kita tidak mungkin memupuk mental pengusaha, jika kita tidak mulai buka usaha kan? So.. Think Big-Start Small-Act Now.
.
Depok 12.11.11
Muadzin F Jihad
Twitter @muadzin
Owner Semerbak Coffee
ayo berwirausaha!
Siapa takut? 🙂
Subhanallah… menginspirasi sekali…
Makasih mas 🙂
ijin share ya via fb 🙂
Silakan mba. Dengan senang hati.
ga ada link buat sharenya …
hehe iya belum pasang tools-nya. Di-copy paste link addres nya aja mba.
Makasih 🙂
Terima kasih, menguatkan, saya baru memulai usaha
Sama2 pak.
Maju terus pak!
Setuju boss,
Gue termasuk yg agak telat action dan sekarang termasuk nekat ambil pendi dan lagi action. Untuk itu boleh belajar dong kalau ada waktu ngajarin kapan nanti gue ke Depok deh…..
Eh bro apa kabar?
Manteb dong!
Boleh silakan mampir. Kita belajar bareng2 🙂
mhn arahannya y pa, sdg ingin membangun usaha
InsyaAllah pa semampu saya.
Tapi seperti mobil pak, yg penting “jalan” dulu, kalo blm jalan gmn arahinnya 🙂
Superb…!
Bagus banget tuturannya, Mas Muazin, bikin mikir dan harus memulai juga. Thank’s for inspiring!
eh makasih nih Om Luqman udah mampir..
Sama2 bro. Sukses terus buat ente 🙂
Assalamualaikum,…
Tulisan yang menyejukkan Pa, encouraging yet not judging.
Saya seorang ibu yang masih bekerja, selama ini memendam rasa “bersalah” karena “meninggalkan” anak selama bekerja, dan belum bisa berhasil wirausaha. Saya terus menghakimi diri sendiri karena ini.
Melihat banyak motivator lain yang menyiratkan ketika kita belum berhasil wirausaha, seolah “keengganan & tidak sungguh-sunggug bekerja keras” berusaha. Yet, they dont walk on my shoes. Hehe, jadi curhat 🙂
Saya suka sekali tulisan bapak yang bilang “Terus terang Saya bukan pengikut aliran nekat keluar kerja lalu buka usaha. Yang penting bukan lah status bahwa anda menjadi seorang pengusaha. Yang lebih penting adalah Anda memiliki mental pengusaha”. Saya merasa yang sedang saya lakukan sekarang “ada artinya”, meski masih bekerja dan belum berwirausah maksimal.
Dan komentar Pak Muadzin untuk seorang Bapak di tulisan “Di Bawah Lindungan Kabah”, yang kurang lebih merasa galau seperti saya, karena tak kunjung berani berwirausaha penuh. And here’s your comment “Segala sesuatu ada waktunya. Bpk akan tau kapan saatnya itu. Sukses utk bpk..”
I’m making my path Pa, doakan saat saya akan segera tiba mengikuti langakah Pa Muadzin & Ibu, aamiin. 🙂
Semoga Allah selalu memberkahi kita semua, aamiin
*maap panjang :p
Salam sukses mulia Pa 🙂
Makasih bu sdh mampir.
Setuju bu, hanya kita yg tau apa yg cocok utk kita. Saya diajarkan utk tidak pernah bandingkan diri kita dgn orang lain, krn berarti kita sdg membandingkan kelemahan kita dgn kekuatan dia. Kita akan selalu merasa kecil.
Tapi satu hal yg saya tanamkan juga ke diri saya adalah “the clock is ticking”. Waktu terus berjalan. Umur anak2 kita tidak bisa disuruh menunggu. Itu supaya saya tidak berleha-leha dlm mengejar impian saya, terutama impian utk anak2 saya.
Saya doakan semoga ibu segera berhasil dgn yg ibu upayakan.
Kalo kita punya tekad yg kuat, insyaAllah kita berhasil. Man jadda wajada.
Amien.
Aamiin, sukses untuk kita semua 🙂
jangan meletakkan seluruh telur dalam 1 keranjang ya pak 🙂